3 Spesies Ikan Lele Budidaya di Indonesia yang Perlu Anda Ketahui
Table of Contents
Hampir semua orang sudah mengenal ikan lele (Clarias Sp.), karena jenis ikan ini sudah lama diteliti, dikembangkan, dan dibudidayakan oleh masyarakat. Dari sekian jenis ikan lele tidak semua cocok untuk dibudidayakan. Hanya beberapa jenis saja yang cocok dan sudah beradaptasi dengan lingkungan sekitar kita,yang tentunya sudah sering dikembangkan oleh nasyarakat untuk tujuan ikan konsumsi.
Apa pun jenis yang akan dibudidayakan, semua kembali pada kesukaan dan keyakinan masing-masing. Akan tetapi, yang terbaik tentu saja yang memiliki daya tahan hidup dan produktivitas tinggi, kemampuan adaptasi untuk semua suhu dan wilayah baik, serta pertumbuhannya cepat. Dengan demikian, pemeliharaan akan efisien karena waktu panen lebih cepat dan pakan yang digunakan lebih hemat.
Di negara kita, setidaknya terdapat beberapa jenis ikan lele yang dikategorikan sebagai ikan lele unggul. Beberapa ikan kelompok ini antara lain: Lele Dumbo, lele sangkuriang, dan lele piton.. Dari beberapa jenis ikan lele tersebut, mestinya mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Baik langsung saja, inilah 3 spesies ikan lele budidaya yang biasa dibudidayakan oleh petani kita.
1. Lele Dumbo
Asalnya dari Taiwan dan diperkenakan ke Indonesia terjadi pada tahun 1986. Ikan ini merupakan hasil persilangan antara lele lokal dari Afrika (Clarias gariepenus) dengan lele lokal dari Taiwan (Clarias fuccus). Lele ini bisa hidup dengan baik di dataran rendah, sedang dan tinggi dengan ketinggian maksimal 700 dpl.Secara fisik, dumbo berukuran besar, jumlah telur banyak, daya tetas tinggi, kemampuan adaptasi baik, daya tahan hidup tinggi, dan tenik budi daya mudah. Namun, benih yang dihasilkan ukurannya bervariatif, di mana ukuran kecil lebih banyak dibandingkan dengan ukuran sedang atau besar. Akibatnya, pertumbuhannya cenderung beragam sehingga frekuensi panen lebih sering. Selain itu, pertumbuhan benih juga agak lambat sehingga membuat waktu panen mundur dan kebutuhan pakan lebih banyak.
Untuk menyiasatinya, sebaiknya ketika benih berusia 13-15 hari segera diseleksi dan dipisahkan ke kolam pemeliharaan lain berdasarkan ukurannya. Kemudian, benih berukuran lebih kecil diberi pakan lebih sering/ banyak atau diberi pakan dengan protein tinggi yang lebih lama, misalnya cacing sutera sehingga pertumbuhannya bisa seimbang.
Penyebab utama menurunnya kualitas dumbo adalah perkawinan sedarah yang dilakukan oleh peternak, selain usia induk yang sudah terlalu tua. Jadi, siasat utamanya adalah tidak mengawinkannya secara sekerabat atau tidak seibu-sebapak atau kawin saudara kandung.
2. Lele Sangkuriang
Lele sangkuriang dihasilkan oleh Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi yang dirilis pada bulan Juli 2004. Sangkuriang merupakan hasil perkawinan silang antara F2 betina dengan F6 jantan (masih satu keturunan) untuk mendapatkan jenis baru yang lebih baik.Ikan lele sangkuriang dihasilkan dari indukan betina lele dumbo generasi ke-2 atau F2 dan lele dumbo jantan F6. Induk betina merupakan koleksi BBPAT, keturunan F2 dari lele dumbo yang pertama kali didatangkan pada tahun 1985. Sedangkan indukan jantan merupakan keturunan F6 dari keturunan induk betina F2 itu. Penamaan Sangkuriang diambil dari cerita rakyat Jawa Barat tentang seorang anak yang bernama Sangkuriang yang mengawini ibunya sendiri. Sama seperti yang dilakukan BBPAT yang mengawinkan lele jantan F6 dengan induknya sendiri lele betina F2.
Jenis ini bisa dibudidayakan optimal pada udara sejuk hingga sedang pada ketinggian maksimal 700 m dpl, tetapi benihnya kurang bisa bertahan di daerah panas. Untuk menyiasatinya, usahakan agar wadah pemeliharaan tidak terlalu panas atau diberi pelindung, baik atap atau tanaman air (apu-apu atau kiambang sekitar 50% dari permukaan kolam).
Saat ini BBPAT sedang menggodok varian baru lele Sangkuriang, yaitu ikan lele Sangkuriang II. Jenis ini merupakan perbaikan dari Sangkuriang I. Ikan lele ini persilangan antara indukan jantan F6 Sangkuriang I dengan indukan betina F2 lele dari Afrika. Indukan lele Afrika dipilih karena ukurannya yang besar, bisa sampai 7 kilogram. Hal ini dipandang bisa memperbaiki sifat genetis lele Sangkuriang. Berdasarkan pemulianya, yaitu BBPAT, ikan lele Sangkuriang II pertumbuhannya lebih besar 10 persen ketimbang Sangkuriang dan bobotnya pun lebih bongsor.
Ikan lele sangkuriang II belum dilepas secara bebas. Pihak BBPAT masih melakukan uji multilokasi di daerah Bogor (Jawa Barat), Gunung Kidul (Yogyakarta), Kepanjen (Jawa Timur) dan Boyolali (Jawa Tengah). Daerah tersebut memang dikenal sebagai sentra-sentra produksi lele nasional.
3. Lele piton
Sesuai dengan namanya, lele phyton memiliki bentuk kepala seperti ular phyton. Gerakannya lebih lincah dari lele dumbo dan rasa dagingnya lebih gurih, tidak lembek. Dari segi rasa, lele phyton lebih mendekati lele lokal.
Pada awalnya proyek Ikan lele phyton ini dilakukan untuk menjawab keluhan para peternak lele di Desa Banyumundu, Kabupaten Pandeglang. Mereka sering mengalami kerugian karena tingkat mortalitas yang tinggi dari benih lele yang dibeli dipasaran, seperti lele dumbo. Benih lele tersebut rupanya tidak cocok dibudidayakan di Desa Banyumundu yang beriklim dingin, pada malam hari berkisar 17 derajat celcius. Dengan metode try and error selama lebih dari 2 tahun akhirnya mereka menemukan varietas lele yang kemudian dinamakan Ikan lele phyton. Kualitas lele phyton ini juga diakui oleh Dinas Perikanan Budidaya Provinsi Banten.
Ikan lele phyton mempunyai ketahanan terhadap cuaca dingin, tingkat kelangsungan hidup (survival rate) lebih dari 90%. Sementara itu, FCR mencapai 1, artinya satu kilogram pakan menjadi satu kilogram daging dihitung mulai benih ditebar sampai panen dengan siklus pemeliharaan selama 50 hari.
Piton merupakan produk hasil rekayasa genetik peternak di Pandeglang, yaitu persilangan lele betina X Thailand (D89F2) dengan lele jantan lokal yang tidak diketahui asal usulnya. Secara fisik, bentuk dan ukurannya panjang semampai sempurna, mulut agak rata, serta kepala lebih besar dan panjang dengan corak batik di kepalanya. Uniknya, piton memiliki semua keunggulan yang dimiliki dumbo dan sangkuriang.
Produktivitas telurnya tinggi, benih yang dihasilkan lebih baik dan cenderung merata, pertumbuhan cepat, kemampuan adaptasi tinggi, serta bisa dibudidayakan pada suhu dingin, sejuk, sedang, dan panas. Kelemahan dari lele piton, bila dikawinkan sedarah cenderung menghasilkan benih yang relatif rentan dan variatif. Kelemahan lainnya, walaupun usia dan ukurannya sama, tetapi bobotnya lebih ringan dibandingkan dengan sangkuriang karena badannya lebih ramping dan panjang.
Demikian pembahasan 3 spesies ikan lele budidaya, semoga bermanfaat.
Piton merupakan produk hasil rekayasa genetik peternak di Pandeglang, yaitu persilangan lele betina X Thailand (D89F2) dengan lele jantan lokal yang tidak diketahui asal usulnya. Secara fisik, bentuk dan ukurannya panjang semampai sempurna, mulut agak rata, serta kepala lebih besar dan panjang dengan corak batik di kepalanya. Uniknya, piton memiliki semua keunggulan yang dimiliki dumbo dan sangkuriang.
Produktivitas telurnya tinggi, benih yang dihasilkan lebih baik dan cenderung merata, pertumbuhan cepat, kemampuan adaptasi tinggi, serta bisa dibudidayakan pada suhu dingin, sejuk, sedang, dan panas. Kelemahan dari lele piton, bila dikawinkan sedarah cenderung menghasilkan benih yang relatif rentan dan variatif. Kelemahan lainnya, walaupun usia dan ukurannya sama, tetapi bobotnya lebih ringan dibandingkan dengan sangkuriang karena badannya lebih ramping dan panjang.
Demikian pembahasan 3 spesies ikan lele budidaya, semoga bermanfaat.
Post a Comment